Tabarrukan dengan darah dan air kencing Nabi Saw

Diantara topik yang krusial dalam kalangan muslim nusantara adalah legitimasi tabarruk. Terjadi perbedaan pendapat yang tajam dalam hal ini, bahkan yang tidak memperbolehkan itu tak segan-segan mengkafirkan orang yang bertawassul. Seyogyanya berhati-hati dalam memvonis kafir, sebab ditakutkan tidak salah sasaran vonisnya. Padahal boleh jadi, pelaku tawassul mempunyai tendensi. Singkat kata, bertabarruk adalah boleh. Para sahabat RA pernah melakukan ini kepada Nabi Saw. Al-habib Zein Smith mengisahkan;

كان صلى الله عليه وسلم إذا توضأ بادر الصحابة رضي الله عنهم إلى وضوئه، يتبركون بالما الذي مس أعضاءه صلى الله عليه وسلم. وكانوا لا يتنخم صلى الله عليه وسلم نخامة إلا دلكوا بها أجسامهم، وشربت أم أيمن بوله وأبو طيبة الحاجم دمه، وكذا عبد الله بن زبير رضي الله عنهم.

“Ketika Nabi Muhammad Saw selesai melakukan wudu, maka segenap sahabat itu bersegera menuju bekas sisa air wudu’nya Nabi Saw. Para sahabat bertabarruk dengan air yang menyentuh anggota badannya Nabi Saw. Beliaupun ketika mengeluarkan dahak, para sahabat itu mengoleskan atau menggosokkan dahak tersebut ke tubuhnya mereka. Di lain kisah ada yang lebih ekstrim lagi, yaitu Ummu Ayman yang meminum air kencingnya Nabi, serta Abu Thaibah Al-hajim (tukang bekam) dan Abdullah bin Zubair yang meminum darahnya Nabi Saw”. (Al-fawaid Al-mukhtarah li salik tariq al-akhirah, https://archive.org/details/nasai_yopmail_20180205_0257 h. 568) Yang demikian dilakukan dalam rangka bertabarruk pada nabi saw, tak ayal beliau berkomentar ketika mengetahui sahabatnya meminum darahnya dengan mengatakan 

من خالط دمه دمي لم تمسه النار

Sesiapa yang darahnya bercampur dengan darahku, maka api neraka tidak akan menyentuhnya. (Imam Al-Haitsami, Majma’ az-zawaid wa mamba’ al-fawaid. https://al-maktaba.org/book/33855 Juz 8 halaman 270) 

Jadi tabarruk itu ada pijakan dalilnya, maka jika mengkafirkan orang yang melakukan tabarruk, sungguh sangat tidak bijak, sebab ada dalil yang membolehkannya. Boleh tidak suka tabarruk, namun jika memvonis pelakunya dengan mengatakan tidak ada dalilnya, adalah suatu kebohongan akademik atau ketidak tahuan atas dalil ini. Semoga dengan mengetahui ini, akan semakin sedikit vonis takfir yang pada akhirnya kerukunan sesama muslim terwujudkan. Wallahu A’lam bi as-shawab.