Alasan Kenapa Dalam Kitab Fathul Muin Sedikit Sekali Bahasan Tentang Haid

Oleh : Ahmad Hidir Adib

Fathul Muin merupakan karya monumental dari Ulama yang berasal dari india yang bernama Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari (Pantai Malabar). Uniknya, kitab ini merupakan anotasi atau komentar beliau sendiri terhadap tulisannya yang berjudul Qurrat al-Ain bi Muhimmat ad-Din.

Kitab Fathul muin sangatlah familiar dalam kalangan pesantren, bahkan dijadikan diktat wajib dalam tingkatan menengah. Pasca belajar Fathul Qarib, mayoritas pesantren meneruskannya dengan Fathul Muin. Fathul Muin punya posisi tersendiri di fikih syafii dan hati para santri. Bagaimana tidak, pembahasan di sana sangat detail sekali, meskipun agak jelimet. Namun tak bisa disangkal, bahwa Fathul Muin sudahlah sangat komplit untuk dijadikan pegangan berfikih. Bahkan KH. Dimyathi Rais Kaliwungu (Pengasuh PP al-Fadlu wal Fadhilah, salah satu Mustasyar PBNU) pernah berkata “Fathul Muin itu bisa menjawab setengah permasalahan yang ada di dunia”, yang demikian adalah karena saking komprehensifnya bahasan.

Namun jika ditelisik lebih dalam, ketika ngaji Fathul Muin, pasti merasakan bahwasanya bahasan haid sedikit sekali. Mengenai hal ini, beliau pernah ditanyai, mengapa bisa demikian? Al-Habib Ahmad Bin Hasan Al-Atthas dalam Tadzkir an-Nas menceritakan:

أن الشيخ زين الدين الماليباري لما ألف كتابه “الفتح المعين” لم يكتب في الحيض إلا القليل. فسئل عن ذالك، فقال “رجل ما يحيض، و النساء ما تسأل

Ketika Syekh Zainuddin al-Malibari mengarang kitab Fathul Muin, beliau ditanyai mengapa beliau membahas haid dalam porsi yang sedikit sekali, lantas beliau menjawab “orang laki-laki tidak haid, sedangkan perempuan yang mengalami haid itu tidak bertanya” (Tadzkir an-Nas halaman 60 https://archive.org/details/nasai_yopmail_20180205_0613)

Agaknya ada benarnya juga perkataan beliau ini, sebab laki-laki tidak haid. Padahal untuk membahas suatu masalah, diharuskan untuk mengetahui tashawwurnya (gambarannya), dan perempuan pun tidak ada yang bertanya, lantas apa yang mau dibahas kalau begitu?

Demikianlah fakta unik mengapa dalam Fathul Muin itu sedikit sekali bahasan haidnya, tak heran jika dulu Imam Syafii itu melakukan metode riset. Bertanya dari satu wanita ke wanita lain perihal haid, sebab perempuan tidak bertanya, padahal haid ini bahasan yang sangat krusial sekali bagi mereka. Maka dari itu, jika perempuan tidak mengaji haid, seyogyanya bertanya kepada elit agama.

Editor : Nazhif Mu’afa Roziqiin

ativador office 2013